PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau sekarang yang
sudah berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
merupakan salah satu tindakan yang diambil oleh pemerintah kita untuk
memberikan subsidi kepada masyarakat yang membutuhkan di Indonesia. Begitu banyak
pro dan kontra yang muncul atas kebijkan yang diambil pemerintah dalam membantu
masyarakat di Indonesia. Sebelum kita membahas lebih mendalam mengenai
kebijakan yang diambil pemerintah ini mari kita pahami dulu bagaimana BLT/BLSM
ini bisa menjadi kebijakan yang diambil oleh pemerintah kita. Tingkat kesejahteraan
di negara kita dianggap masih sangat kuramg dikarenakan masih begitu banyak
masyarakat yang memiliki kehidupan yang kurang layak yang diakibat oleh beberapa
faktor seperti pengangguran, kelaparan, kemiskinan, dll. Hal tersebut menjadi
hal yang paling sering dibahas didalam ruang DPR mengingat tentang bagaimana
mencari sosuli untuk mengatasinya, dari hasil yang dibicarakan oleh pemerintah
kita maka diambilah sebuah keputuan mengenai subsidi yang diberikan kepada
masyarakat yang kurang mampu yang diharapkan dapat membangun semangat untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih baik kedepannya.
b. Rumusan
Masalah
Adapun
masalah – masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Seefisien apakah pemberian BLT/BLSM untuk masyarakat miskin?
- Apakah merupakan beban baru BLT/BLSM untuk masyarakat miskin?
- BLT/BLSM sarat kepentingan politik?
- BLT/BLSM picu konflik?
- Salah kaprahkah pengelolahan subsidi (BLSM/BLT)
- Pertimbangkan bantuan sosial bersyarat (BLT/BLSM) dan bandingkan dengan BLT/BLSM dinegara lain?
c. Tujuan
Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas soft
skill dari mata kuliah Perekonomian Indonesia yang dibimbing oleh dosen mata
kuliah yang bersangkutan. Selain itu juga banyak hal yang didapat untuk penulis
terutama dalam kegiatan ekspor – impor.
ISI
a. Seefisien Apakah Pemberian BLT/BLSM Untuk Masyarakat
Miskin
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ditengarai
bertujuan untuk membantu rakyat miskin menikmati subsidi yang diberikan
pemerintah. Demikian dikatakan Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto. Menurut dia, BLSM adalah
pengalihan kompensasi yang tepat guna mengurangi subsidi bahan bakar minyak
(BBM) agar dinikmati rakyat miskin. Bambang mengatakan, ratusan triliun yang
dikucurkan pemerintah dalam bentuk subsidi BBM, sebanyak 80 persen dinikmati
orang kaya. Adapun warga miskin hanya menikmati sisa kecil dari subdisi yang
dikucurkan pemerintah. Karena itu, dia menilai lebih tepat kalau subsidi BBM
diganti dengan BLSM, sekitar Rp 18 triliun yang diberikan kepada 18,5 juta
warga miskin.
Adapun sebanyak 30 persen warga miskin lapisan terbawah
mendapat kucuran dana Rp 900 ribu selama enam bulan atau Rp 150 ribu per bulan.
"Pemerintah menilai pemberian subsidi ke orang langsung lebih tepat
daripada subsidi BBM yang sebagian besar dinikmati orang kaya," kata
Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (30/3). Pihaknya tidak memungkiri
kalau terjadi penyimpangan penyaluran BLSM bakal menciptakan masalah di tataran
masyarakat. Namun, mengacu pada data Badan Pusat Statistik 2011, sebagian besar
para penerima adalah memang orang-orang yang membutuhkan. Dia melanjutkan, rencana
menaikkan harga BBM bukan berarti pemerintah antisubsidi harga premium. Namun,
lebih baik kalau efektivitas keekonomian disalurkan dalam bentuk BLSM, yang
dijadikan rakyat miskin sebagai tambahan penghasilan untuk membeli bahan pokok.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat, Kastorius Sinaga,
mengatakan penetapan 30 persen warga berpenghasilan terendah berdasarkan hasil
survei Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011. Di tengah perdebatan hebat
bahwa BLSM dipergunakan sebagai isu tumpangan untuk menjalankan agenda politik,
dia menilai tudingan itu tidak relevan. "BLSM adalah program pemerintah untuk meredam
dampak inflasi dan penurunan daya beli masyarakat yang biasanya terjadi setelah
kenaikan harga BBM. "Pemerintah tak sekadar memindahkan beban kepada
masyarakat, karena kenaikan BBM berlanjut dengan pemberian paket
kompensasi," terangnya.
b. Apakah
Merupakan Beban Baru BLT/BLSM Untuk Masyarakat Miskin
Pemberian
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) membebani masyarakat. Beragam
konflik sosial baru bakal menghantui pelaksanaannya jika rencana kenaikan harga
BBM disetujui. "Dengan BLSM, pemerintah mengalihkan tanggungjawab terhadap
masyarakat di bidang ekonomi karena kemiskinan hanya dipandang sebagai sebuah
kondisi," jelas Ketua Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi. Menurut
Sri, sejak kenaikan harga BBM perdana pada tahun 2005, bantuan langsung menjadi
salah satu pilihan dalam paket kebijakan kompensasi. Kali ini penerima
bantuannya adalah 18,5 juta rumah tangga.
Palupi
melihat di balik niat meredam dampak inflasi dan penurunan daya beli masyarakat
dalam waktu beberapa bulan, malah muncul banyak kontroversi. "Kontroversi
terjadi karena pencabutan subsidi, terutama di maraknya korupsi dan tingginya
beban utang. Sehingga melukai masyarakat karena beban makin besar ditanggung
bersama," paparnya. Beban yang dimaksudnya karena pembayaran utang dan
bunga dari luar negeri semakin bertambah. Sementara dari sektor internal ada
ketidakmampuan mengoptimalkan penerimaan pajak.
Alokasi
APBN pun tak mampu memberi perbaikan bagi pelayanan publik
Palupi meminta pemerintah agar mempertimbangkan kembali penggelontoran BLSM untuk tahun 2012 ini. Pasalnya, ada berbagai pengalaman negatif terkait BLT tahun 2004. Mulai dari pencairannya dilakukan jelang Pemilu, akurasi dan validitas RT sasaran menciptakan konflik, hingga adanya penolakan para kepala desa menyalurkan bantuan langsung. Selain membebani pemerintah daerah, Palupi menganalisa timbulnya konflik di masyarakat karena ketiadaan mekanisme komplain. Kondisi ini karena ada berbagai masalah penyaluran di lapangan. Penetapan kebijakan BLSM, imbuh Palupi, tak didasari transparansi perekonomian negara. Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Pande Radja Silalahi, mengakui jika kenaikan BBM membebani ekonomi negara sekitar Rp 150 triliun hingga Rp 370 triliun. Jenis kompensasi berupa bantuan langsung justru efektif secara cepat meringankan beban masyarakat kurang mampu. Pasalnya, data yang dipakai mencakup semua kelompok masyarakat kurang mampu.
Palupi meminta pemerintah agar mempertimbangkan kembali penggelontoran BLSM untuk tahun 2012 ini. Pasalnya, ada berbagai pengalaman negatif terkait BLT tahun 2004. Mulai dari pencairannya dilakukan jelang Pemilu, akurasi dan validitas RT sasaran menciptakan konflik, hingga adanya penolakan para kepala desa menyalurkan bantuan langsung. Selain membebani pemerintah daerah, Palupi menganalisa timbulnya konflik di masyarakat karena ketiadaan mekanisme komplain. Kondisi ini karena ada berbagai masalah penyaluran di lapangan. Penetapan kebijakan BLSM, imbuh Palupi, tak didasari transparansi perekonomian negara. Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Pande Radja Silalahi, mengakui jika kenaikan BBM membebani ekonomi negara sekitar Rp 150 triliun hingga Rp 370 triliun. Jenis kompensasi berupa bantuan langsung justru efektif secara cepat meringankan beban masyarakat kurang mampu. Pasalnya, data yang dipakai mencakup semua kelompok masyarakat kurang mampu.
Tidak
disetujuinya pengajuan pemerintah atas APBN-P berdampak pada program
penanggulangan kenaikan harga BBM. Termasuk bantuan langsung sementara
masyarakat (BLSM) yang pada akhirnya dihilangkan. “Kalau misalnya tidak ada
kenaikan, tentu BLSM-nya tidak relevan,” kata Menteri Koordinator Perekonomian,
Hatta Rajasa, sebelum sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden. Ia
menegaskan, program BLSM sangat erat kaitannya dengan kenaikan BBM. Kalau BBM
tidak jadi naik, maka BLSM itu menjadi tidak diperlukan. Tak hanya itu,
program-program lainnya yang semula disiapkan pemerintah untuk antisipasi
kenaikan BBM pun otomatis tidak ada. “Kita bisa me-manage dengan
adanya keputusan itu, me-manage yang baik,” kata Hatta. Sebelumnya,
pemerintah lewat Menko Kesra, Agung Laksono, menggawangi program penanggulangan
kenaikan BBM.
Ada
empat program yang disiapkan. Yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM) yang sifatnya cash transfer; penambahan subdisi siswa miskin; penambahan
jumlah penyaluran raskin; dan subsidi pengelola angkutan masyarakat/desa. Sebagai
tindak lanjut rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM),
program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) digulirkan. BLSM hampir
sama dengan program Bantuan Langsung Tunai yang sudah pernah digulirkan
pemerintah pada 2005 dan 2009 lalu. Hanya bedanya, jika sebelumnya setiap
kepala keluarga memperoleh Rp100.000, kini meningkat menjadi Rp150.000 dan
diberikan untuk setiap warga. Mereka akan mendapatkan selama sembilan bulan. Tercatat
74 juta jiwa bakal mendapatkan kucuran dari pemerintah tersebut. Seperti
penyaluran BLT yang sudah-sudah, kantor pos bakal menjadi tempat untuk
menguangkan. Berdasarkan data pada 2009, jumlah penerima BLT di Jogja tercatat
19.111 rumah tangga sasaran (RTS), Bantul 63.642 RTS, Gunungkidul 95.374 RTS,
Kulonprogo 42.078 RTS serta Sleman 52.446 RTS. Berkaca pada pembagian yang
sudah-sudah, banyak masalah timbul dari program pemerintah. Pendataan bagi
warga yang berhak mendapatkan BLT itu sendiri seringkali menimbulkan masalah. Banyak
warga masyarakat yang berhak justru tidak mendapat, demikian sebaliknya, mereka
yang sudah berkecukupan justru mendapatkan. Salah satu contohnya pada pembagian
BLT pada 2009 lalu di Kota Jogja, tercatat sebanyak 977 RTS tidak mengambil.
Faktor sudah meninggal dan pindah alamat menjadi alasan RTS tidak mengambil
haknya.
Meski
pemerintah pusat sudah merilis jumlah penerima, hingga saat ini pemerintah di
daerah belum mengetahui jumlah warganya yang akan mendapatkan. Padahal dari
sejumlah pernyataan dari pejabat di Jakarta, April atau saat harga BBM
dinaikkan, menjadi waktu pencairan BLT. Karenanya, mumpung masih ada waktu satu
bulan, hendaknya pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus segera mendata
secara pasti jumlah penerima. Jangan sampai, program baru justru mendatangkan
permasalahan baru di masyarakat. Hindari sedini mungkin konflik di masyarakat
dengan cara memastikan data yang valid bagi penerima BLSM. Masalah lain yang
terjadi adalah saat pembagian. Meski sudah ada mekanisme yang jelas, korban
jiwa masih saja terjadi dalam antrean BLT. Berkaca dari kasus yang lalu juga,
mekanisme pencairan hendaknya segera dirumuskan.
Faktor
kemudahan pencairan dan manusiawi harus ditekankan dalam proses pencairan.
Jangan sampai korban timbul lagi dalam pencairan kali ini. Selain itu, baik
pemerintah maupun pihak lain harus mengawasi secara ketat pencairan BLSM kali
ini. Pasalnya dalam pencairan program sebelumnya dengan dalih kearifan lokal,
pemotongan-pemotongan masih saja terjadi. Jika sejumlah masalah itu tidak
diatasi, tujuan BLSM untuk membantu warga miskin justru akan terjadi
sebaliknya.
c. BLT/BLSM
Sarat Kepentingan Politik
Proses penyaluran Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang rencananya akan dilakukan pada awal
April 2012, sarat dengan adanya kepentingan partai politik tertentu. “Ada beberapa
partai besar di DPR RI meminta agar penyaluran BLSM tersebut melalui
Kementerian Sosial, dan sebagian partai lain meminta agar penyaluran BLSM
tersebut harus melalui kepala daerah masing-masing,” kata Koordinator Nasional
Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Transparansi BLSM, Willy Kurniawan, di
sela-sela acara Deklarasi Satgas Pengawasan BLSM. Menurut dia dengan adanya perbedaan tentang
proses penyaluran dana BLSM kepada masyarakat miskin itu, maka parpol akan
melakukan negosiasi. “Tarik menarik kepentingan tersebut terjadi dalam pembahasan BLSM di
DPR RI. Hal ini terlihat ada fraksi yang menerima dan menolak kenaikan BBM dan
fraksi yang lain menanyakan berapa besar bantuan tersebut. Jadi ada dua proses
yang berbeda tetapi ada keterkaitan. Ada korelasi positif dari pertentangan
ini,” jelasnya. Oleh karena itu, masyarakat juga harus ikut mengawasi agar proses
penyaluran dana BLSM itu tepat sasaran. “Kita sudah menghimpun relawan di Jabodetabek yang
siap diterjunkan untuk mengawasi penyaluran.
Yang ingin kita lakukan adalah mengumpulkan data, karena kita tahu
bahwa data ini sangat rentan untuk dimanipulasi. Jadi kita akan betul-betul
mengawasi penyaluran dana BLSM ini agar tidak terjadi penyelewengan,” ujarnya
seraya mengatakan agar tidak terjadinya konflik sosial. Menurut dia dalam proses
penyaluran dana BLT pada periode lalu banyak sekali permasalahan dalam proses
penyalurannya “Kita tahu bahwa yang namanya BLT selama ini banyak masalah. Kita
akan mengawasi penyalurannya,” kata Willy. Bukan Penanggulangan
Kemiskinan Di tempat yang sama, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto mengatakan pemberian dana BLSM
kepada 18,5 juta kepala keluarga yang ada di Indonesia sebesar Rp150 ribu/bulan
bukan dimaksudkan untuk penanggulangan kemiskinan. “Bantuan ini diberikan
oleh pemerintah untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang rentan
terhadap kemiskinan, bila terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),”
katanya. Menurut dia, metode penyaluran dana BLSM akan diperbaiki, sehingga
penyalurannya tepat sasaran.
“Penyaluran dana BLT pada tahun 2005 banyak masalah karena kurangnya
pengawasan. Konsultasi kepada pemuka agama juga menjadi masalah karena yang
bersangkutan, malah memberikan dana BLT tersebut sanak saudaranya yang
seharusnya tidak masuk dalam data penerima BLT,” Bambang. Ke depan, lanjut dia,
pihaknya hanya akan berkonsultasi kepada masyarakat miskin, sehingga
penyalurannya lebih efektif dan tepat sasaran. Pemberian dana BLSM
sebesar Rp150 ribu/bulan selama kurun waktu enam bulan itu akan disalurkan
melalui kantor Pos, sehingga masyarakat bisa datang sendiri ke kantor pos
terdekat.
d. BLT/BLSM
picu konflik
Proses
distribusi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai bentuk
kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi dapat mengakibatkan terjadinya konflik
sosial jika proses penyalurannya tidak tepat sasaran. "Yang namanya BLT
selama ini banyak masalah, dan ini akan menjadi parah, karena mengarah ke
konflik sosial, karena dampak kenaikan harga BBM ini akan lebih besar dari
dampak kenaikan yang lalu. Ini terbukti dengan banyaknya penolakan terhadap
kenaikan harga BBM," kata Koordinator Nasional Konsorsium Masyarakat Sipil
untuk Transparansi BLSM Willy Kurniawan saat ditemui dalam acara deklarasi Satgas
Pengawasan BLSM di Jakarta. Oleh karena itu pihaknya berinisiatif melakukan
pengawasan, agar tidak terjadi masalah kembali terkait penyaluran tersebut,
terkait siapa yang berhak mendapatkan bantuan dan siapa yang tidak mendapatkan
bantuan.
Karena
tanpa diawasi, diyakini akan terjadi pengulangan kesalahan tersebut. "Selama
ini kita sudah menghimpun relawan di Jabodetabek yang siap diterjunkan untuk
mengawasi penyaluran, yang ingin kita lakukan adalah mengumpulkan data, karena
kita tahu data ini sangat rentan untuk dimanipulasi. Jadi kita akan betul-betul
mengawasi penyaluran dana BLSM ini agar tidak terjadi penyelewengan,"
Hingga
kini belum semua fraksi sepakat dengan bantuan langsung sementara masyarakat
(BLSM) sebagai kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya,
BLSM dianggap sebagai sebuah alat politik dan menguntungkan pemerintah serta
partainya. "Jangan ada partai politik ambil keuntungan dari BLSM,"
kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di DPR. Selain soal BLSM, kata Pram, hampir
semua fraksi juga mempersoalkan cara pendistribusian. Sehingga hampir
dipastikan, semua keputusan bakal diambil di paripurna. "Kita setuju semua
bentuk kompensasi itu asal saja itu tepat sasaran," ujarnya. Mengenai
postur anggaran yang masih alot di dua opsi, menurut Pram akan menjadi agenda
pokok dalam paripurna besok.
Dari dua agenda itu, opsi pertama menawarkan besaran subsidi energi sebesar Rp 225 triliun. Sedangkan opsi kedua adalah Rp 266 triliun.
Dari dua agenda itu, opsi pertama menawarkan besaran subsidi energi sebesar Rp 225 triliun. Sedangkan opsi kedua adalah Rp 266 triliun.
e. Salah
Kaprahkah Pengelolahan Subsidi (BLSM/BLT)
Tundingan
berbagai kalangan bahwa pemerintah lebih gemar memberi ikan daripada
menyerahkan kail bukan isapan jempol. Fakta itu bisa kita lihat dari
mengototnya pemerintah membagikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM)
sebagai kompensasi penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ketimbang memberi
porsi besar untuk infrastruktur. Pemerintah berniat menaikkan harga BBM Rp1.500
per liter demi mengejar penghematan subsidi sekitar Rp38 triliun. Namun,
sebagian besar hasil penghematan itu, yakni Rp25,6 triliun atau sekitar 70%,
akan dibagi-bagikan langsung seperti bantuan langsung tunai (BLT) kepada 18,5
juta rumah tangga miskin selama sembilan bulan.
Hanya
5 triliun rupiah yang digunakan untuk kompensasi bagi angkutan umum sisanya
digunakan untuk beasiswa, mensubsidi beras bagi rakyat miskin dan untuk
tambahan pembangunan infrastruktur. Ironisnya pada saat yang bersamaan
pemerintah justru berniat memangkas subsidi pupuk dan benih untuk para petani.
Subsidi pupuk yang semula 16,94 triliun rupiah dipangkas dalam rancangan APBN
perubahan 2012 hingga 2,98 triliun rupiah hingga menjadi 13,94 triliun rupiah.
Subsidi benih yang semula 279,9 miliar rupiah dalam APBN 2012 dipangkas hingga
53,7% atau berkisar menjadi 129,5 miliar rupiah dalam RAPBN 2012.
Pemerintah beralasan karena rendahnya realisasi penyaluran
subsidi pupuk & benih tahun – tahun sebelumnya. Padahal dampak terbesar
akibat meningkatnya harga BBM ialah melambungnya harga pangan, lonjakan harga
pangan terjadi salah satunya karena produksi pangan yang anjlok lantaran petani
mengalami rupa – rupa tekanan seperti cuaca ekstrim, hama, irigasi yang buruk
serta harga pupuk dan benih yang sangat maha. Mestinya jika pemerintah ingin
mengamankan harga pangan dari lonjakan harga BBM maka produksi pangan harus
digenjot, untuk menggenjot produksi pangan maka tekanan bertubi-tubi yang
dialami petani harus dihilangkan dan salah satunya memberi subsidi pupuk,
benih, dan mengalokasikan dana infrastruktur untuk irigasi yang jauh lebih
besar. Karena itu sangat wajar jika petani menolak skema BLT yang kini disebut
BLSM sebagai kompensasi kenaikan BBM selain tidak produktif dan tidak berdampak signifikan. Bagi mereka
bantuan darurat yang muncul sebelum kenaikan BBM itu dianggap hanya untuk menyelamatkan
citra Susilo Bambang Yudhoyono dan partai Demokrat. Hasil survey menyebutkan
jika BLT dipresentasikan sebesar 53,7% responden menyatakan SBY disebutkan
sebagai pihak yang berjasa dan 46,7% menyatakan partai demokrat paling berjasa.
Subsidi sejatinya ialah suatu usaha bagi rakyat yang didera kesulitan untuk
bangkit namun subsidi yang salah kelola dan hanya bagi – bagi uang saja justru
melahirkan ketergantungan, kemalasan, dan justru petaka yang berkepanjangan.
f. Pertimbangkan
Bantuan Sosial Bersyarat (BLT/BLSM) dan Bandingkan Dengan BLT/BLSM Dinegara Lain
Pemerintah akan meluncurkan program bantuan langsung
sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Sudah gagal
sejak 2005, lebih baik prioritaskan program anti kemiskinan yang berorientasi
produktivitas dan jangka panjang. Padahal, kebijakan ini dinilai hanya
mengulangi kesalahan di masa lalu. Apalagi tidak ada yang baru dari kebijakan
BLSM ini selain jumlahnya yang naik
menjadi Rp 150.000. perbedaannya, kebijakan ini ganti baju dari BLT
(2005), BLT Plus (2008), dan BLSM (2012).
Tak pelak, program tersebut langsung menuai kritik
berbagai kalangan lantaran diyakini tidak efektif karena memberikan bantuan
yang bersifat sementara. Selain itu, pemberian dana tunai melalui program BLT
juga telah membentuk budaya sedekah yang mengakibatkan masyarakat menjadi malas
dalam berusaha. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada pengalaman BLT tahun –
tahun sebelumnya yang dinilai gagal. Sudah banyak penelitian dilakukan LSM
dalam mengkaji efektivitas program BLT. Intinya kelemahan BLT terjadi disetiap
aspek mulai dari tidak akuratnya pendataan rumah tangga sasaran (RTS) hingga
pencairan dana di kantor pos.
Database penetapan RTS yang tidak akurat, minimnya
petugas pendata, hingga indikator RTS yang tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan yang mengakibatkan BLT salah sasaran.
Ada warga yang bukan merupakan warga miskin menerima BLT dan justru yang
warga miskin tidak mendapatkan BLT. Hal ini justru akan menimbulkan gejolak
sosial dimasyarakat. Diteknis pencarian dana, sering kali letak kantor pos jauh
sehingga menyulitkan warga yang berada dipelosok, terutama kaum manula. Minimnya
sosialisasi dari pemerintah menyebabkan antrean membludak pada hari yang sama
dan tidak jarang menyebabkan korban jiwa. Padahal BLT tidak hangus dan bisa
diambil dilain hari.
Karena itu, pemerintah sudah seharusnya memikirkan
program lain yang bersifat jangka panjang. Program sosial tersebut tidak hanya
meredam kenaikan BBM, tapi juga membuat masyarakat juga keluar dari kemiskinan.
Pemerintah juga ada baiknya mencontoh program bantuan tunai bersyarat untuk pendidikan
dan juga kesehatan seperti dinegara – negara lain. Selama ini pemberian dana
tunai tanpa syarat boleh dikatakan hanya ada di Indonesia. Di negara – negara lain
program bantuan tunai dilakukan secara kondisional dan bersyarat. Di brasil misalnya program
bantuan tunai bersyarat tersebut bernama Bolsa Escola. Ini merupakan program
pemberian bantuan tunai kepada penduduk miskin dengan persyaratan tertentu. Mekanisme
tersebut mengharuskan penduduk miskin memprioritaskan penggunaan dananya untuk
pendidikan dan kesehatan. Hal ini agar masyarakat tidak menggunakan dana
tersebut untuk hal yang konsumtif. Program ini juga berpotensi meningkatkan
kesejahteraan anggota keluarga dimasa yang akan datang. Pendidikan dan
kesehatan anggota keluarga dianggap sebagai aset yang dapat membantu keluarga
bersangkutan untuk keluar dari jerat kemiskinan dimasa yang akan datang. Masih
banyak program – program sosial bersyarat yang dilakukan dinegara lain. Jika melihat
contoh dinegara brasil tadi mengenai mekanisme pemberian dana bersyarat tadi
memang tidak memberikan efek yang dapat dirasakan secara langsung namum
beberapa tahun kemudian. Program – program tersebut lebih berorientasi jangka
panjang dengan tujuan meningkatkan kualitas pembangunan manusia.
KESIMPULAN
Perlunya pengkajian ulang mengenai tidakan yang
seharusnya diambil pemerintah mengenai peningkatan kesejahteraan manusia sangat
perlu dilakukan. Melihat hal yang diambil saat ini oleh pemerintah mengenai
cara peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat kurang tepat dikarenakan hal
yang sama pernah dilakukan dan hasilnya pun sangat tidak memuaskan. Solusi yang
seharunya dikeluarkan pemerintah saat ini harus yang bersifat jangka panjang
yang bukan hanya dapat langsung dinikmati hasilnya saat itu saja oleh
penduduk miskin. Pendidikan dan
kesehatan bisa dikatakan sebagai kunci untuk membuat solusi baru dimana dapat
meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Mekanisme yang ditawarkan
dalam program BLSM pun dapat dikatakan sangat tidak efektif karena banyak BLSM
yang jatuh pada sasaran yang tepat dan bisa dikatakan pula kebijakan BLSM yang
tidak memiliki syarat yang kongkrit
tentang bagaimana cara memperolehnya justru malah membuat ketergantungan bagi
penduduk miskin dinegara kita.
Wynn Resorts, Limited | Job Title | JTAHub
ReplyDeleteFind out more 인천광역 출장안마 about Wynn Resorts, Limited's responsibilities 사천 출장안마 and qualifications. Apply to executive and general manager. 보령 출장샵 See 전라남도 출장마사지 if this job 논산 출장안마 is available.